Bismillaah,
Terangkai dari sebuah buku yang insya Allaah untuk beberapa postingan kedepan akan menampilkan sisi indah, dan lezatnya ilmu yang dirasa jarang orang-orang kebanyakan mengetahui adanya.
Buku karangan Ahmad Rifa'i Rif'an yang berjudul "Tuhan, Maaf, Kami sedang sibuk" membuat otak kiri tidak berjalan; tak bisa dikalkulasikan berapa ilmu yang didapat hanya dari 1 bab buku ini.

Syukur terucap saat adanya niat membeli jam tangan yang standnya terletak satu petak dengan gramedia. Kebetulan sekali jam yang saya cari tidak ada, jadilah saya membeli buku ini. Hehe, Alhamdulillaah
Dengan pemahaman yang sempit ini akan saya coba tumpah ruahkan pada beberapa postingan di blog ini, tentunya pemahaman sempit milik sendiri. Tanpa terlepas dari itu, ini adalah jejak pendapat pribadi tentang wah nya buku ini.

1. Tuhan kok disuruh-suruh?!
***

Cara mengubah takdir.

Bisakah kita mengubah takdir? jawabannya: Tidak!. Tapi setidaknya 'Ya' akan dipikirkan sebagian orang ketika sesuatu itu benar-benar terjadi; takdir yang berubah!

Ada sebuah analogi dalam buku ini; kisah seorang santri yang mencuri mangga tatkala sedang ada ta'lim. Begini,

Pada suatu malam, seorang santri di sebuah pesantren secara sembunyi-sembunyi keluar dari majelis kajian. Tempat yang Ia tuju adalah pohon mangga di belakang rumah Pak Ustaz. Ia telah siapkan karung untuk mangga-mangga yang hendak ia bawa pulang ke pondok; mencuri. Sampai di pondok, mangga yang telah ia -pinta-secara-diamdiam- dibagi bagikan kepada temannya. Ia makan beramai-ramai di dalam kamar.

Pagi harinya, tanpa melalui penyelidikan yang rumit, santri ini tertangkap. Rupa-rupanya dengan sengaja ada yang melaporkan santri ini ke Pak Ustaz karena semalam tidak kebagian mangga. Si santri langsung diinterogasi oleh Pak Ustaz,

" Kenapa kamu mencuri?"

Dengan enteng santri itu menjawab, "Sudah takdir Ustaz!"

"Takdir gundulmu!"

Ustaz itu menjewer telinga santrinya, memuntirnya, hingga kepala santri itu muter-muter mengikuti arah jeweran.

"Aduh, sakit, Ustaz. Kok saya dijewer sih Ustaz, saya mencuri ini kan sudah takdir dari Allah!"

Sang Ustaz dengan entengnya menjawab, "Lho, jeweran ini juga takdir!"

Kadangkala orang muslim itu selalu pasrah dengan takdir yang sudah ditetapkan-Nya, tanpa ada usaha 'mengubahnya'. Wajar saja karena kata al-islam masih terikat dengan kata aslama/taslim yang artinya pun pasrah. Dari sini timbul suatu pola pikir yang salah kaprah di masyarakat,

"Semua sudah ditetapkan, segala sudah digariskan, semua sudah ditakdirkan oleh Allah, untuk apa saya bekerja terlalu keras? kalau takdir saya memang kaya, suatu saat juga kaya sendiri!"

Pemahaman yang belum tuntas tentang takdir; menjadikan setiap ketetapan sebagai bahan untuk berpasrah; konsepsi 'kepasrahan' yang bermakna 'ke-apa boleh buat-an'.
Miskin pasrah, didzolimi pasrah, dipukul pasrah, sesampai disebut orang gila pun pasrah. Apa boleh buat sudah takdirnya begitu Hehe...

Mungkin gak kesuksesan bisa diraih dengan pasrah? tidak perlu banyak berpikir, jawabannya: Tidak!.
Kehidupan bukan suatu hal yang given, yang harus kita terima apa adanya. Justru sebaliknya selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihan. - Ahmad Rifa'i Rif'an

Sangat memungkinkan untuk manusia beralih dari satu takdir ke takdir yang lain. Caranya: Usaha!
Tapi sejatinya usaha kita juga merupakan takdir; Takdir yang membawa kita beralih dari takdir satu ke takdir yang lain.

"Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)." [QS. Ar-Ra'd: 39]

Lebih lanjut lagi, mari kita amati, ternyata redaksi yang tertulis dalam Al-Qur'an bukanlah berbunyi 'qaddartu' (Aku takdirkan) melainkan 'qaddarna' (Kami takdirkan). Menurut sebagian Ulama, pilihan kata 'Kami' dalam kalimat tersebut bermakna bahwa ada peran sesuatu yang lain dalam menentukan takdir, yaitu peran manusia itu sendiri; dan peran manusia itu juga adalah bagian dari takdir.

Seperti yang kita ketahui, takdir manusia itu dibagi 2:

1. Takdir Mubrom (Takdir yang tidak bisa diubah)
2. Takdir Mu'allaq (Takdir yang bisa 'diubah')

Takdir mubrom adalah ketentuah Hukum Allah (qadha dan qadar) yang pasti akan terjadi pada siapapun; dengan kata lain adalah hukum yang pasti dan tidak dapat dihindari. Contoh: kematian, hari kiamat.

Takdir mu'allaq adalah ketentuan Allah yang tergantung pada ikhtiar (usaha) kita, manusia. Contoh: agar pintar, tentu seseorang harus belajar.

Nah disini, kata belajar Saya garis bawahi. Kenapa? karena (dia) belajar pun sudah Allah takdirkan.
Intinya, Manusia bisa berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain dengan takdir juga, yaitu usaha/peran manusia. Clear yah! 

READMORE

Bismillaah,
Terangkai dari sebuah buku yang insya Allaah untuk beberapa postingan kedepan akan menampilkan sisi indah, dan lezatnya ilmu yang dirasa jarang orang-orang kebanyakan mengetahui adanya.
Buku karangan Ahmad Rifa'i Rif'an yang berjudul "Tuhan, Maaf, Kami sedang sibuk" membuat otak kiri tidak berjalan; tak bisa dikalkulasikan berapa ilmu yang didapat hanya dari 1 bab buku ini.

Syukur terucap saat adanya niat membeli jam tangan yang standnya terletak satu petak dengan gramedia. Kebetulan sekali jam yang saya cari tidak ada, jadilah saya membeli buku ini. Hehe, Alhamdulillaah
Dengan pemahaman yang sempit ini akan saya coba tumpah ruahkan pada beberapa postingan di blog ini, tentunya pemahaman sempit milik sendiri. Tanpa terlepas dari itu, ini adalah jejak pendapat pribadi tentang wah nya buku ini.

1. Tuhan kok disuruh-suruh?!
2. Cara mengubah takdir!

***

Tuhan kok disuruh-suruh?!

Jika kita cermati dengan kaidah bahasa, tiap apa yang kita pinta kepada Allaah adalah sebuah kalimat perintah. Misalnya,
  • Ya Allaah, berilah hamba rezeki yang halal, thayyib, dan yang terpenting, rezeki yang banyak
  • Ya Allaah, bantulah hamba untuk segera melunasi utang-utang hamba yang sudah menumpuk ini untuk segera terlunasi.
  • Ya Allaah, luluskanlah hamba pada ujian besok
  • Ya Allaah, tunjukanlah kami jalan yang lurus
Jangan bilang Anda tidak pernah berdo'a semacam itu, kini do'a menjadi hobi yang paling digemari ummat manusia tatkala sedang dalam kondisi sempit. Dari tukang becak sampai supir taxi. Pemimpin rumah tangga sampai pemimpin negara. Semua berhobi do'a.

Perhatikan kata yang bercetak miring dalam beberapa contoh do'a diatas; lalu coba bubuhkan tanda seru (!) setelahnya. Kita seolah nyuruh-nyuruh Allaah untuk memenuhi keinginan kita. Tuhan kok disuruh-suruh?!. Apa Allaah akan marah? Allaah tidak akan marah, justru disinilah 'asma-Nya Ar-Rahman dan Ar-Rahim terbukti.

Kalimat do'a yang lebih pantas kita sebut sebagai kalimat perintah tersebut ternyata tidak dilarang oleh-Nya.
Ada sebuah kisah dari zaman Nabi Musa 'alayhissalam tentang seorang penggembala yang berdo'a kepada Allaah,

"Ya Allaah. jadikanlah aku pembantu-Mu. Akan kutimbakan air untuk mandi-Mu setiap pagi. Akan kutalikan terompah kulit-Mu. Jika Engkau letih, akan kupijati kaki-Mu. Akan kusediakan makan siang jika Engkau lapar..."

Mendengar do'a penggembala itu lantas Nabi Musa 'alayhissalam memarahinya

"Hey, enak saja kau ngomong! Memangnya Tuhan butuh mandi? kau kira Tuhan pake terompah? Butuh makan? Bisa letih?"

Tapi Allaah merespons sikap Nabi Musa,

"Hai Musa! Apa hakmu menghalangi hamba-Ku memesrai-Ku dengan bahasanya dan tingkat pengetahuannya...!"

Tingkat pengetahuan; Allaah mengizinkan kita berdo'a dengan kemampuan kita berbahasa. Allaah Maha tau maksud do'a kita; do'a yang tidak disebutpun didengarkan-Nya.

Ada juga kisah seorang anak SD yang bersyukur dengan keilmuan berbahasanya. Ahmad Rifa'i Rif'an mengatakan ini adalah kisah dari Ippho Santosa yang menurutnya memang benar adanya seorang anak ini bersyukur,

"Tuhan, tadi pagi waktu berangkat ke sekolah aku diberi ibu bekal sepotong kue dan sebotol air. Kata ibu, sekarang sedang paceklik, jadi hanya itu yang bisa kubawa agar di sekolah tidak perlu jajan di kantin. Terimakasih kuenya, Tuhan. Di jalan aku melihat pengemis yang kelaparan. Lalu aku berikan kue itu kepadanya. Tahu-tahu saja rasa laparku hilang ketika melihat pengemis itu tersenyum."

"Tuhan, lihatlah ini sepatu terakhirku. Mungkin aku harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau 'kan tahu sepatu ini sudah rusak berat. Tapi tidak apa-apa, paling tidak aku masih bisa pergi ke sekolah. Tetanggaku bilang orang-orang sedang gagal panen, sehingga teman-temanku banyak yang terpaksa berhenti sekolah. Tolong bantu mereka Tuhan supaya bisa bisa sekolah lagi."

"O... ia Tuhan, semalam ibuku memukulku. Mungkin karena aku nakal. Memang agak sakit. Tapi pasti sakitnya segera hilang, karena kuyakin Engkau akan menyembuhkannya. Yang penting aku masih punya seorang ibu. Jadi kumohon, Tuhan, jangan Engkau marahi ibuku yah? Mungkin ibu sedang lelah saja dan panik memikirkan kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolahku."

"Terakhir Tuhan, sepertinya aku sedang jatuh cinta. Di kelasku ada seorang wanita yang cantik, baik, dan pintar. Menurut Engkau apakah dia akan menyukaiku? Tapi apapun yang terjadi, yang aku tahu engkau tetap menyukaiku kan?. Terimakasih Tuhan.

Sungguh, saya tidak tau apa harus melekukan bibir dan tersenyum atau meneteskan air mata membaca cerita ini. Begitu polosnya anak ini.

Ah, Saya jadi rindu masa kanak-kanak, ketika tiada beban dan tanggung jawab berlebih serta pikiran yang membuat stress, kalut dsb.

Dalam shalat pun banyak do'a-do'a yang dalam kaidah bahasa hakikatnya kita 'menyuruh-nyuruh' Tuhan. Misal dalam do'a duduk antara dua sujud.

"Rabbighfirli warhamni wajburni warfa'ni warzuqni wahdini wa'afini wa'fu 'anni."
Ya Tuhanku ampunilah aku, sayangilah aku, tutupilah kekurangaku, angkatlah darjatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku dan maafkanlah aku.

Ampunilah!, sayangilah!, tutupilah!, angkatlah!, berilah!, sehatkanlah!, maafkanlah!, Ya Rabbul 'izzati.


(Al-Ghuraba'/ngahontal.blogspot.com)

READMORE

Bismillaah,

Berapa lama Saya dan Anda hidup didunia ini? apa ilmu kita sudah bisa menjangkau pertanyaan "berapa sebenarnya jatah umur yang diberikan-Nya pada kita?"
Saya rasa tak ada ilmu untuk itu; tak ada yang tau berapa jatah umur yang dibagikan untuk setiap hamba. Lalu apa yang Anda lakukan selama hidup didunia? pada siapa, kemana dan pada apa saja waktu yang diberikan kau bagikan? Anda yang tau sendiri jawabannya.


Sering kita mendengar tentang "Sisihkan waktu untuk beribadah sunnah; karena itu lebih baik jika dikerjakan." 
Baca dengan teliti! seolah kita PELIT memberikan waktu pada-Nya, sesampai harus menyisihkan waktu. Bukankah tujuan utama seorang hamba diciptakan adalah untuk beribadah?

wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni"
Dan AKU tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"

Duh! Jangankan amalan sunnah, yang wajib saja masih ditunda-tunda. Faghfirlana Ya Rabb~
Bangun tidur, cek sms > buka laptop > update status "hmm, menu sahur hari ini..."
Giliran ibadah kita ria "Aduh habis shalat shubuh tadarusan, hati jadi tenang" Aah! itu status orang kamu jangan ikut campur, katanya. Oke!
Begitu kan? Saya yakin Anda pernah melakukannya, tapi semoga saja tidak.

Sudut pandang mana yang seharusnya kita pakai dalam hal beribadah ini menyisihkan waktu beribadah atau menyisihkan waktu untuk bekerja/beraktivitas.

"Lah bekerja kan kalau niatnya ibadah, mencari nafkah kan tetap dinilai ibadah gemana kamu ini!!"

Memang benar adanya persepsi Anda. Tapi kenyataan dilapangan, kita malah terlihat so' sibuk dengan pekerjaan, so' sibuk dengan dunia; sesampai panggilan-Nya yang 5 kali sehari (minimal) ditunda-tunda. Lancang sekali Anda pada-Nya!!

Ketika bos dikantor memanggil, kita sebegitu takutnya; semua pekerjaan yang sedang dipegang ditinggalkan lalu, 

"Siap bos, ada apakah gerangan"

Ketika DIA memanggil bahkan untuk menggapai kemenangan Hayya 'alal falah, kita sebegitu santainya menunda-nunda, 

"Tanggung sedikit lagi..."

Faghfirlana Ya Rabb~

Tiap hari dengan gampangnya kita berucap do'a iftitah,

Innash shalati wa nusuki wa mahyaaya wa mamati lillaahi Rabbil 'alamin
"Sesungguhnya Shalatku dan Ibadahku dan Hidupku dan Matiku hanya untuk-Mu, Rabb semesta alam.

Begitu gamblang, kau sebut ikrar tersebut 5 kali sehari minimal. Aah! tapi jangankan memaknai setiap kata dalam shalat. Shalatnya pun masih ditunda-tunda. Ya kan?
Kita berikrar, setiap hidupku hanya untuk-Mu, matiku juga untuk-Mu! namun daya apa yang dapat mengubahnya selain dari kekuatan hawa nafsu dan godaan syaitan. Hanya iman dan amal shaleh yang dapat menolong.

Masalah ibadah, diterima tidaknya itu bukan urusan kita yang penting kita menjalaninya tanpa kurang sesuatu apapun. Saya berharap Anda mengerti kenapa Saya menggaris bawahi.

Remaja; Dewasa ini pacaran sudah bukan hal yang tabu. Sesampai orang tua yang murni kasih sayangnya terhijab oleh palsunya kasih sayang seorang pacar. Hei! pacaran itu dosa~


Terangkum dari tweet seorang sahabat disana,

Oh, kenapa saat sang 'kekasih tak halal' marah atau bahkan cuma sekedar cuek atau tidak menghubungi seharian, pusingnya minta ampun? Merasa sudah berbuat salah yang besar sehingga Ia tidak mau menghubungmu lagi.
Oh, kenapa saat berbuat salah kepada orang tua, terutama ibu. Malah orang tua yg membujuk-bujuk meminta maaf, padahal jelas kita yang sudah berbuat salah?

Oh, kenapa saat sang kekasih 'tak halal' membelikan sesuatu; senangnya luar biasa, diposting diberbagai media sosial, seakan seluruh dunia mesti mengetahuinya.
Oh, kenapa kepada orang tua yang telah memberikan SELURUH HIDUPNYA, ucapan terimakasih pun sulit terucap, bahkan ketika ada sesuatu yg belum terpenuhi, dengan lancangnya berkata bahwa orangtuanya itu PELIT?

Oh, kenapa saat sang kekasih 'tak halal' sakit, berbela menjenguk dengan membawakan makanan kesukaannya?
Oh, kenapa saat orangtua sakit, untuk sekedar menanyakan kabarpun lewat telpon tidak pernah?

Oh, kenapa saat sang kekasih 'tak halal' meminta diantar/jemput; selalu siap 24 jam, kemanapun diturutinya?
Oh, kenapa saat ibu meminta diantar ke pasar, bahkan untuk keperluanmu, kau lancang menolak?

Oh, kenapa lebih sering curhat/meminta saran kepada kekasih 'tak halal' dibandingkan kepada orangtua?
Atau kau berpikir kalau orangtua itu 'kolot', yang ketinggalan jaman dan bau tanah?

Oh, kenapa kau lebih menuntut orangtua untuk mengerti perasaanmu, karena pernah melarang sesuatu yg bahkan kau sendiri tahu kebaikannya?
Oh, sepenting itukah kekasih 'tak halal' sehingga menomorsekiankan orang tua?

Oh, mungkin kau sedang lupa kalau 'Birrul walidain' (berbuat baik kepada orangtua) adalah wajib.
Atau kau telah mengubahnya menjadi 'birrul pacaridain?'

Oh, kenapa kau malu meminta maaf kepada orangtua, yang pasti akan memaafkan seberapapun besarnya salahmu?

Faghfirli Rabbi~

(Al-Ghuraba'/ngahontal.blogspot.com)

READMORE



Uhibbukum Fillah - Jangan terlalu akrab sama lawan jenis sebagai sahabat, karena Rasa suka bisa muncul karena terlalu dekat. Sahabatmu adalah sahabatmu, dia bukan target calon istri atau suamimu. bersahabatlah yang tulus, tanpa niat terselubung.

Banyak muslimah ingin tobat dari sahabatan yg terlalu dekat, tapi rayuan ikhwan membuatnya selalu tetap di tempat. Bukankah lebih enak bila jarak itu tetap ada, seperti kata bak truk, tetap jaga jarak aman, terlalu dekat bisa senggolan.

Sahabat laki perempuan ga bisa dan ga boleh sedekat sahabat cewek sama cewek. Sahabat itu tidak perlu dibuktikan dengan sms yang sering, sehari bisa 20 sms lebih. intinya hanya tabur tabur perhatian. Awalnya hanya berbagi sharing, lama lama suka dan cinta. Kalau sudah begitu takut kehilangan. Nafsu muncul gembira.

Terlalu sering cakap cakap, berbagi apa saja, hingga sampai berbagi hati. Kalau sudah begini lebih akrab dari sepasang kekasih. kenapa, tak boleh? Sebab dalam islam pergaulan ada aturannya. Persahabatan putra dan putri tetap menghajatkan adanya hijab. Membatasi, baik fisik maupun perasaan. Becanda berlebihan, bahkan sampai soal pernikahan, akan mengurangi kehormatan dan melemahkan kecemburuan. Sahabat itu akan peduli pada surga dan nerakamu, maka jagalah dia dengan tidak terlalu dekat dengannya.

Curhat kepada sahabat? setiap suara yang kamu dengar akan menjadi panah setan yang menusuk hati dan perasaan. Suara lembutnya akan melalaikan hati, dan menghajar pertahanan iman kamu. Sifat lelakimu muncul dan itu bahaya kawan.

Kita sahabatan pake cara islam, bukan cara barat. Dimana sahabat boleh memeluk sahabatnya. Boleh bersahabat, asal tahu aturan dan tahu batasan. Bukan nabrak lintasan dan garis yang sudah ditetapkan.


(Ust. Burhan/Al-Ghuroba'/ngahontal.blogspot.com)

READMORE



[1]Ukhti Aku ingin ngomong sesuatu nih, lihat no 5
[2]Gini loh ukhti, liat no 11
[3]Ukhti Jangan marah dulu dong please, lihat no 15
[4]Kalo penasaran tahan sabarnya ya hehe :), lihat no 13
[5]tapi liat dulu no 2 ya :)
[6]jangan cemberut gitu dong yah yah :), lihat no 12
[7]Aku hanya ingin bilang sama ukhti "Maukah kau menjadi masa depanku?, Melihat anak lucu yang wajahnya perpaduan wajahmu dan wajahku? :)"
[8]Aku hanya ingin mengutarakan sesuatu aja kok yang ada di no 14
[9]Ukhti penasaran gak?, lihat no 4
[10]Oke deh ini terakhir ya ukhti :), coba lihat ke no 7
[11]Aku harap Ukhti tidak marah, lihat no 6
[12]Sabar Ukhti, aku lagi mikirin cara terbaik, lihat no 8
[13]Jangan marah gitu dong, ini emang sifat aku berbelit belit, lihat no 10
[14]Aku nggak tau harus gimana ngatain sama ukhtinya, lihat no 3
[15]Ukthi mungkin sudah benar benar bosan, tapi sedikit lagi nih :), lihat no 9


(Al-Ghuroba'/ngahontal.blogspot.com)

READMORE