Bismillaah,
Terangkai dari sebuah buku yang insya Allaah untuk beberapa postingan kedepan akan menampilkan sisi indah, dan lezatnya ilmu yang dirasa jarang orang-orang kebanyakan mengetahui adanya.
Buku karangan Ahmad Rifa'i Rif'an yang berjudul "Tuhan, Maaf, Kami sedang sibuk" membuat otak kiri tidak berjalan; tak bisa dikalkulasikan berapa ilmu yang didapat hanya dari 1 bab buku ini.
Syukur terucap saat adanya niat membeli jam tangan yang standnya terletak satu petak dengan gramedia. Kebetulan sekali jam yang saya cari tidak ada, jadilah saya membeli buku ini. Hehe, Alhamdulillaah
Dengan pemahaman yang sempit ini akan saya coba tumpah ruahkan pada beberapa postingan di blog ini, tentunya pemahaman sempit milik sendiri. Tanpa terlepas dari itu, ini adalah jejak pendapat pribadi tentang wah nya buku ini.
"Semua sudah ditetapkan, segala sudah digariskan, semua sudah ditakdirkan oleh Allah, untuk apa saya bekerja terlalu keras? kalau takdir saya memang kaya, suatu saat juga kaya sendiri!"
Pemahaman yang belum tuntas tentang takdir; menjadikan setiap ketetapan sebagai bahan untuk berpasrah; konsepsi 'kepasrahan' yang bermakna 'ke-apa boleh buat-an'.
Miskin pasrah, didzolimi pasrah, dipukul pasrah, sesampai disebut orang gila pun pasrah. Apa boleh buat sudah takdirnya begitu Hehe...
Mungkin gak kesuksesan bisa diraih dengan pasrah? tidak perlu banyak berpikir, jawabannya: Tidak!.
Kehidupan bukan suatu hal yang given, yang harus kita terima apa adanya. Justru sebaliknya selalu ada ruang bagi manusia untuk menjatuhkan pilihan. - Ahmad Rifa'i Rif'an
Sangat memungkinkan untuk manusia beralih dari satu takdir ke takdir yang lain. Caranya: Usaha!
Tapi sejatinya usaha kita juga merupakan takdir; Takdir yang membawa kita beralih dari takdir satu ke takdir yang lain.
"Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)." [QS. Ar-Ra'd: 39]
Lebih lanjut lagi, mari kita amati, ternyata redaksi yang tertulis dalam Al-Qur'an bukanlah berbunyi 'qaddartu' (Aku takdirkan) melainkan 'qaddarna' (Kami takdirkan). Menurut sebagian Ulama, pilihan kata 'Kami' dalam kalimat tersebut bermakna bahwa ada peran sesuatu yang lain dalam menentukan takdir, yaitu peran manusia itu sendiri; dan peran manusia itu juga adalah bagian dari takdir.
Seperti yang kita ketahui, takdir manusia itu dibagi 2:
1. Takdir Mubrom (Takdir yang tidak bisa diubah)
2. Takdir Mu'allaq (Takdir yang bisa 'diubah')
Takdir mubrom adalah ketentuah Hukum Allah (qadha dan qadar) yang pasti akan terjadi pada siapapun; dengan kata lain adalah hukum yang pasti dan tidak dapat dihindari. Contoh: kematian, hari kiamat.
Takdir mu'allaq adalah ketentuan Allah yang tergantung pada ikhtiar (usaha) kita, manusia. Contoh: agar pintar, tentu seseorang harus belajar.
Nah disini, kata belajar Saya garis bawahi. Kenapa? karena (dia) belajar pun sudah Allah takdirkan.
Intinya, Manusia bisa berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain dengan takdir juga, yaitu usaha/peran manusia. Clear yah!